Solusi dan Alternatif
Jika Anda memiliki uang yang diperoleh secara haram, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Sedekah adalah amalan mulia yang dianjurkan dalam Islam, namun untuk mendapatkan pahala dan keberkahan, sedekah harus dilakukan dengan harta yang halal. Harta yang diperoleh secara haram tidak layak digunakan untuk sedekah, karena amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa setiap amal perbuatan dilakukan dengan cara yang benar dan dengan sumber yang halal.
Dengan memahami hukum sedekah dengan uang haram, kita dapat lebih berhati-hati dalam mengelola dan menggunakan harta kita agar sesuai dengan ajaran Islam dan memperoleh ridha dari Allah.
#SahabatHebatLaju saudara mari sucikan harta mu dengan sedekah dengan cara KLIK DISINI
Atau dengan klik gambar di bawah ini:
Editor: Leonardo Ferdian |
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO – Zakat sebagai kewajiban dalam Islam, merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mesti dipenuhi oleh setiap muslim. Seiring dengan itu, sedekah juga memiliki peran penting dalam kehidupan umat Islam, di mana memberikan dengan ikhlas untuk membantu sesama merupakan ajaran yang sangat dianjurkan. Namun, prinsip utama yang harus diperhatikan dalam memberikan zakat dan sedekah adalah bahwa sumber pendapatan yang digunakan haruslah halal. Dalam Islam, kehalalan sumber pendapatan menjadi faktor kritis dalam menentukan keabsahan zakat dan sedekah.
BACA JUGA:Mitos Atau Fakta, Makan Buah Alpukat Bikin Gemuk? Cek Jawabannya Disini!Dilansir dari rbtv.disway.id, menerima zakat atau sedekah dari uang yang diperoleh secara haram, seperti dari praktik yang melanggar prinsip-prinsip syariah, dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam keabsahan amalan tersebut. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang apakah menerima sedekah dari uang haram diperbolehkan dalam Islam. Ustadz Dasad Latif menjelaskan bahwa kaidah terkait uang haram adalah sangat ketat dalam Islam. Uang yang diperoleh dari aktivitas seperti menang lotre atau judi, bisnis prostitusi, atau sumber yang jelas-jelas melanggar prinsip-prinsip syariah, tidak dapat diterima ketika digunakan untuk membangun masjid atau kegiatan amal lainnya. Allah dianggap Maha Suci dan hanya menerima yang suci.
BACA JUGA:Ini Cara Praktis Atasi Sakit Tenggorokan, Gak Perlu Pakai ObatPentingnya kehalalan sumber pendapatan juga ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa Allah hanya menerima yang baik (thoyyib). Meskipun demikian, Ustadz Dasad Latif menyampaikan bahwa dalam beberapa kondisi tertentu, ketika seseorang atau lembaga penerima sedekah tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber haram, misalnya hadiah atau sedekah dari orang yang bisnisnya tidak diketahui secara pasti, penggunaan harta tersebut tidaklah dianggap dosa. Namun, jika pemberi sedekah dikenal sebagai orang dengan citra buruk yang dekat dengan rezeki haram, maka akan muncul pertanyaan etis. Dalam konteks ini, seseorang atau lembaga penerima sedekah dapat mempertimbangkan kebijakan atau prosedur untuk menilai runutan harta yang disedekahkan, memastikan kehalalannya, dan menentukan langkah yang akan diambil berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
BACA JUGA:Fakta Dibalik Segarnya Es Teh, Bisa Picu Gagal Ginjal, Stroke Hingga JantungUstadz Dasad Latif menjelaskan bahwa pandangan ulama terkait uang haram, seperti uang panas, memiliki dua perspektif yang berbeda. Beberapa ulama berpendapat bahwa meskipun diketahui sebagai uang haram, keberadaan sedekah dapat memutuskan kaitan haramnya. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram, sebaiknya uang tersebut ditolak. Beberapa ulama berpendapat bahwa meskipun diketahui sebagai uang haram, keberadaan sedekah dapat memutuskan kaitan haramnya. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa jika seseorang mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram, sebaiknya uang tersebut ditolak. Dalam konteks uang syubhat, yang mencakup uang hasil temuan, uang dari undian, atau pemberian yang tidak diyakini kehalalannya, Ustadz Dasad Latif menyatakan bahwa harta syubhat dapat dibersihkan dengan zakat dan sedekah. Namun, dalam hal uang hasil temuan, disarankan untuk mengumumkan secara luas. Jika tidak ada yang mengambil, sebaiknya disedekahkan dengan niat pahalanya untuk pemilik uang, dan pahala bersedekah juga diberikan kepada yang menemukan. Ustadz Dasad Latif menjelaskan bahwa uang yang diperoleh secara haram tidak dapat dibersihkan dengan cara sedekah, melainkan akan menjadi hak api neraka. Rasulullah SAW telah menyampaikan dalam sabdanya bahwa daging badan yang tumbuh dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka. Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menyatakan: Artinya: "Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka." (HR. Tirmidzi No. 614). Ustaz Dasad Latif menyarankan untuk segera bertaubat dengan mengikuti 5 langkah berikut ini: 1. Mengucapkan istighfar (Astaghfirullah) 2. Mengakui perbuatannya 3. Berkomitmen untuk tidak mengulanginya 4. Mengganti perbuatan tersebut dengan kebaikan, seperti memberikan zakat dan sedekah 5. Jika terkait dengan harta, segera mengembalikannya. Misalnya, jika harta tersebut diperoleh dari cara yang haram, seperti motor, walaupun sudah bertaubat, sebaiknya segera mengembalikannya kepada yang berhak. Bertaubat dianggap sebagai langkah yang paling benar untuk menjalani kehidupan yang tenang di masa depan. Ustaz Dasad Latif menegaskan bahwa jika kita bertaubat, harta yang diperoleh dari cara yang tidak benar harus disalurkan kepada orang yang berhak, sehingga dosa yang terkait dapat dihapuskan. Dalam kesimpulannya, menerima sedekah dari uang haram dalam Islam menimbulkan ketidakjelasan dan keraguan terhadap keabsahan amalan tersebut. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam memberikan zakat dan sedekah adalah kehalalan sumber pendapatan. Uang yang diperoleh dari aktivitas yang melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti judi, prostitusi, atau kegiatan yang jelas-jelas haram, tidak dapat diterima ketika digunakan untuk amal, seperti membangun masjid.Ustadz Dasad Latif menegaskan bahwa Allah hanya menerima yang suci, dan keberadaan uang haram dapat mempengaruhi keabsahan amalan keagamaan. Meskipun ada pengecualian dalam situasi di mana penerima sedekah tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari sumber yang haram. Dalam menghadapi uang syubhat, seperti hasil temuan atau pemberian yang tidak diyakini kehalalannya, harta tersebut dapat dibersihkan dengan zakat dan sedekah, tetapi transparansi dalam pengumuman penting. Namun, uang hasil dari aktivitas yang jelas-jelas haram tidak dapat dibersihkan dengan cara sedekah. Pentingnya bertaubat menjadi penekanan dalam menjalani kehidupan yang benar di masa depan. Bertaubat melibatkan mengakui kesalahan, berkomitmen untuk tidak mengulanginya, menggantinya dengan kebaikan, dan jika berkaitan dengan harta, mengembalikannya kepada yang berhak. Dengan bertaubat, harta yang diperoleh dari cara yang tidak benar dapat disalurkan kepada orang yang berhak, sehingga dosa yang terkait dapat dihapuskan. Demikian penjelasan mengenai bolehkah menerima sedekah dari uang haram, semoga kita semua mendapatkan rezeki yang halal dan terhindar dari kemaksiatan dunia.(**)
Sedekah adalah salah satu ibadah sosial yang pahalanya besar dan keutamannya luar biasa. Namun, bagaimana jika seseorang mengeluarkan sedekah dengan uang haram, bolehkah?
Uang haram artinya adalah uang yang didapatkan dengan cara haram. Misalnya hasil mencuri, hasil korupsi, hasil judi, hasil menipu, dan lain sebagainya. Bagaimana hukum bersedekah dengan uang tersebut?
Sedekah dengan Maksud Riya
Bersedekah dengan tujuan duniawi seperti ingin dipuji orang lain atau pamer (riya), ini juga termasuk jenis sedekah yang dilarang atau haram hukumnya. Hal ini karena dapat melukai perasaan orang yang menerima sedekah tersebut.
Selain itu, riya dalam bersedekah juga mampu menghapus pahala sedekah itu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 264,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ... - 264
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir."
Hukum Sedekah dengan Uang Haram
Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Dalam konteks sedekah, menggunakan uang haram tidak sesuai dengan prinsip ini.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis:
Haram Sedekah dengan Uang Haram
Tidak hanya tertolak, sedekah dengan uang haram hukumnya haram. Artinya, orang itu tidak mendapat pahala dari sedekah tersebut tetapi ia malah mendapat dosa. Jadi, harta haram hukumnya haram memanfaatkannya bagi memakannya maupun menyedekahkannya.
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil penjualannya). (HR. Ahmad; shahih)
Baca juga: Dalil Zakat
Politik Uang Yang Dilakukan Caleg, Haram Hukumnya
News Room, Selasa ( 31/03 ) Umat Islam harus berhati-hati terhadap sedekah politik (Money Politic), yang banyak dilakukan oleh para Calon Legislaif (Caleg) saat ini. Sebab, apa yang diberikan oleh para caleg tersebut, bukan murni sedekah yang ikhlas, namun karena ada kepentingan, agar memilihnya sebagai anggota legislatif. Jadi memberi bukan karena benar-benar ingin membantu, namun lebih condong kepada upaya sogok. Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. KH. Imam Mawardi, MA pada pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Masjid At-Taqwa Desa Parsanga Kecamatan Kota Sumenep, Selasa malam (30/03). Menurutnya, kalau memang ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, seharusnya tidak dilakukan pada saat ketika dia memiliki kepentingan politik. “Uang haram itu namanya, jika pemberian bernuansa kepentingan dan iming-iming kepada masyarakat. Justru, saya salut kepada masyarakat yang berani menolak pemberian yang dilakukan oleh para caleg. Itu tandanya lebih memilih untuk memelihara dirinya dari sesuatu yang subhat untuk masuk kedalam tubuhnya,â€Âtegasnya dihadapan ribuan umat, yang datang tidak hanya dari Desa Parsanga. Diakui da’i kocak ini, saat ini banyak Caleg yang mendekati para tokoh ulama dan masyarakat untuk mencari dukungan. Karena itu, menurut cendikiawan asal Sumenep ini, para ulama juga diharapkan tidak mudah percaya, dan memilih calon wakil-wakil rakyat tersebut dengan hati nurani, dan bukan karena iming-iming yang ketika sudah duduk di kursi dewan, hanya melambaikan tangan tanda good bye. “Carilah pemimpin yang meniru sifat-sifat Rasulullah, yang memikirkan umat dan melakukan kebaikan hanya semata-mata karena Allah SWT. Dan bukan berharap sanjungan dari orang lain,†tandasnya lagi. Kiai Imam mengajak Umat Islam untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam keluarga dengan khsanah Islam. Memberi contoh dan tauladan yan baik bagi anak, istri dan lingkungan sekitarnya. Sebab, semakin hari keimanan mulai tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin maju. Sehingga kadang jamaah masjid hanya tinggal beberapa shaf, bahkan ketika sholat Subuh yang tinggal beberapa orang saja. “Marilah kita semarakkan ayat-ayat Allah SWT, kita agungkan nama Rasulullah sebagai suri tauladan serta penyelamat bagi umatnya. Raihlah kebahagiaan dunia dan akhirat, agar murka Allah tidak meimpa kita semua karena seringnya kita berbuat kemungkaran dimuka bumi ini,†pungkasnya diamini oleh seluruh yang hadir malam itu. ( Ren, Adjie )
Sekarang ini orang tidak lagi peduli dari manakah hartanya berasal, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram. Asalkan mengenyangkan perut, dapat memuaskan keluarga, itu sudah menyenangkan dirinya. Padahal harta haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, baik mempengaruhi ibadahnya, pengabulan do’anya dan keberkahan hidupnya. Di antara pengaruh dalam ibadah yaitu berdampak pada kesahan ibadahnya, seperti pada ibadah shalat, haji atau pun sedekahnya. Karena Allah hanyalah menerima yang thoyyib yaitu yang baik dan halal.
Sedekah dengan Barang Haram
Selain sedekah dari harta hasil cara yang dilarang, sedekah dengan barang atau benda yang haram juga tidak diperbolehkan.
Mengutip buku Fiqh Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly, barang haram di sini yakni haram secara zat seperti daging babi. Maka hukum bersedekah dengan benda tersebut menjadi haram.
Allah Hanya Menerima yang Baik
Pertama, perlu kita ingat bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala mengajarkan kebaikan dan kemuliaan, kebenaran dan kesucian. Allah Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik.
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik. Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang baik. (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan tertolaknya zakat dari harta haram. Demikian pula Allah menolak sedekah dengan uang haram. Allah hanya menerima zakat dan sedekah dengan uang halal.
Harta haram di sini meliputi dua hal. Haram dzatnya dan haram memperolehnya. Harta yang haram dzatnya misalnya daging babi atau minuman keras, haram pula mensedekahkannya.
Sedangkan harta yang haram dari cara memperolehnya misalnya hasil mencuri, hasil berjudi, hasil korupsi, hasil menipu, dan sebagainya. Selain haram memakan atau menggunakan harta dan uang tersebut, haram pula bersedekah dengannya.
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram). (HR. Muslim)
Baca juga: Apakah Kehilangan Uang Termasuk Sedekah
Haji dan Shalat dengan Harta Haram
Dari pembahasan ini, para ulama memiliki bahasan apakah shalat di tanah rampasan itu sah ataukah tidak. Imam Ahmad berpendapat tidak sahnya. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat sahnya tetapi berdosa.
Begitu pula para ulama membahas bagaimana jika ada yang berhaji dengan harta haram, sahkah hajinya? Imam Ahmad memiliki dua pendapat dalam masalah ini, namun yang masyhur, hajinya tidak sah. Landasannya adalah hadits yang mengatakan bahwa Allah hanya menerima dari yang thoyyib. Sedangkan jumhur ulama berpendapat sahnya haji dengan harta haram, namun hajinya tidak mabrur. Sehingga wajib bagi yang ingin melaksanakan haj memperhatikan harta yang ia gunakan.
Kita dapat mengambil pelajaran pula bahwa Allah hanyalah menerima dari yang bertakwa, di antara bentuk takwa adalah menjaga diri dari penghasilan haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Allah hanya menerima dari orang yang bertakwa” (QS. Al Maidah: 27). Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang mengenai makna ‘muttaqin’ (orang yang bertakwa) dalam ayat tersebut dan beliau menjawab bahwa yang dimaksud adalah menjaga diri dari sesuatu yang tidak halal yang masuk ke dalam perut. Demikian dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 262. Lihat pula pembahasan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi dalam Shifat Hajjatin Nabi, hal. 39-40 dan Syaikh Sa’ad Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in, hal. 92.
Hanya Diterima yang Halal
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik).“ (HR. Muslim no. 1015). Yang dimaksud dengan Allah tidak menerima selain dari yang thoyyib (baik) telah disebutkan maknanya dalam hadits tentang sedekah. Juga dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ
“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).
Halal Mempengaruhi Amalan Sholih
Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam (1: 260) berkata, “Dalam hadits ‘Allah tidaklah menerima selain dari yang halal’ terdapat isyarat bahwa amal tidaklah diterima kecuali dengan memakan yang halal. Sedangkan memakan yang haram dapat merusak amal dan membuatnya tidak diterima.” Oleh karena itu, setelah mengatakan Allah tidak menerima melainkan dari yang halal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawakan ayat yang berisi perintah yang sama pada para Rasul dan orang beriman,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minun: 51).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” (QS. Al Baqarah: 172).
Yang dimaksud dengan ayat tersebut, para Rasul dan umat mereka diperintahkan untuk mengkonsumsi yang halal dan diperintahkan pula untuk beramal sholih. Jika yang dikonsumsi adalah yang halal, maka amalan sholihnya diterima. Jika yang dikonsumsi adalah yang haram, maka bagaimana bisa diterima? Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah di atas menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,
يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim no. 1014)
Dijelaskan pula oleh Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah, anggota Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika menjelaskan hadits ‘Allah hanya menerima dari yang halal’ bahwa memakan makanan yang halal bisa menolong dalam melakukan ketaatan pada Allah karena beramal sholih diperintahkan setelah perintah memakan makanan yang halal. Jadi, semakin baik makanan yang kita konsumsi, semakin mudah pula kita dalam beramal. Lihat Al Minhah Ar Robbaniyyah Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 137. Juga lihat bahasan Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 163.
Sedekah dengan Harta Haram
Mengenai sedekah dengan harta haram, maka bisa ditinjau dari tiga macam harta haram berikut:
1- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
2- Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
3- Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya yang telah disebutkan, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014). Lihat bahasan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.
Adapun bersedekah dengan harta yang berkaitan dengan hak orang lain (barang curian, misalnya), maka Ibnu Rajab membaginya menjadi dua macam,
1- Jika bersedekah atas nama pencuri, sedekah tersebut tidaklah diterima, bahkan ia berdosa karena telah memanfaatkannya. Pemilik sebenarnya pun tidak mendapatkan pahala karena tidak ada niatan dari dirinya. Demikian pendapat mayoritas ulama.
2- Jika bersedekah dengan harta haram tersebut atas nama pemilik sebenarnya ketika ia tidak mampu mengembalikan pada pemiliknya atau pun ahli warisnya, maka ketika itu dibolehkan oleh kebanyakan ulama di antaranya Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 264-268.